Gantikan Ia dalam Pelukku Karya Khoyriyah Asadah
Senja ditemani kopi di meja bersama kekasih yang
baik hatinya. Lengkap, sangat lengkap ku kira kebahagianku dalam dunia.
Keluarga yang hidup harmonis, teman-teman yang selalu setia padaku, dan kekasih
yang sangat mencintaiku. Tak ada masalah, pasti aku akan bahagia hingga tua.
(Aku tegaskan dalam pikirku, sambil tersenyum bersama senja).
Malam minggu, malam yang panjang katanya. Bagiku
tidak, tetap ada 24 jam pada hati itu. Sama seperti hari-hari lainnya dalam
seminggu. Aku lebih suka hari Jumat, dimana kekasihku selalu ke rumahku setelah
sholat jumat. Siang itu, bersama matahari yang hangatkan kita. Kekasihku
berkata, “Aku mencintaimu, sayang”. (Sambil minum es teh yang aku hidangkan).
Kata-kata yang sering dijumpai sdepasang kekasih. Namun, baru pertamakalinya ia
berkata seperti itu, apalagi dengan nada yang manis.
Semenjak waktu itu, ketika kau mengatakan sayang,
saat itu hatiku senyap dan jantungku berdegup kencang. Engkau jadikan aku penyemangat
hidupmu dengan ridhoNya. Bahagianya aku mendapatkan kasih sayangmu yang ikhlas.
Sebenarnya sudah lama aku mengharapkan kasih sayangmu. Namun, karena aku adalah
wanita. Akhirnya ku simpan semua itu dalam hati. Hanya kepadaNya, aku memohon
atas ridhoNya untuk aku dapat bersamanya. Bersamamu dengan tidak terpaska namun
karena hati kita didekatkan olehNya. Akhirnya keinginan itu tercapai dan kita
saling menjaga satu sama lain. Hingga sampai pada waktu kita sama-sama saling
menyayangi dan diumur yang sudah siap untuk menikah.
Memang, dalam kehidupan selalu ada permasalahan
dan pasti akan ada solusi dari permasalahan tersebut. Permasalahan baru datang
dalam hidupku. Keluargaku tidak merestui hubunganku dengannya, dengan alasan,
“Kamu adalah seorang sarjana, sedangkan dia hanya lulusan SMK! Mau makan apa
kamu nak?” itulah yang di tuturkan ibuku.
Ayahku pun menambahi dengan kalimat, “Ayah takut
jika kamu tidak bahagia jika menikah dengannya, karena kondisi ekonomi yang
menengah kebawah. Ayah berharap kamu mengerti apa yang diinginkan Ayah dan Ibu,
nak. Kamu sudah dewasa untuk memilih calon suami, kamu yang lebih tau siapa
yang pantas”. Ayah pun langsung pergi dari hadapanku.
Dilema antara mempertahankan dia dengan menuruti
keinginan orang tua. Sulit, begitu sulit dibandingkan tes skripsi tahun lalu,
karena dari awal, aku dan kekasihku sudah sepakat dan kita sudah siapkan visi
dan misi kedepan setelah aku selesai kuliah.
Dalam
kehidupan sehari-hari dia juga selalu berkata, aku takut jika kehilangan mu.
Dia juga sudah menyadari dari awal masalah apa yang akan dihadapinya di masa
yang akan dating. Kini memang sudah waktunya, dia sudah mengetahui, apa yang
akan terjadi setelah aku wisuda. Tanpa aku bercerita dia sudah mengerti,
bagaimana jalan pikiranku. Aku sayang padanya, banyak semangat dan motivasi
yang aku dapatkan saat bersamanya. Hingga tiba disaat aku harus memilih siapa
yang akan menjadi suamiku.
Saat itu dirumahku terdapat seorang laki-laki
pilihan Ayah, ternyata yang dipilih Ayah adalah dosen bahasa Inggris di sebuah
Universitas negeri. Pria itu anak dari teman Ayah, karena dahulu aku sudah pernah
bercerita bahwa lelaki idamanku adalah seorang dosen bahasa Inggris dengan
kepribadian yang baik. Sesuai keinginanku, ayah pun mencarikan orang yang
menurut beliau tepat untuk menjadi suamiku. Namun, waktu telah berlalu. Dan
berlalunya waktu membawa hatiku untuk kekasihku. Hingga pada akhirnya aku tidak
dapat menjawab pertanyaan yang dilontarkan pria itu. Aku terlalu mencintai
kekasihku dan kita juga sudah saling mencintai. Sudah empat tahun berlangsung
dengan bahagia, apakah aku yang akan melukainya?
“Dek, mengapa kok sepertinya hatimu gelisah? Apa
yang terjadi, ceritalah denganku.” Itulah pesan singkat yang ia kirimkan
kepadaku.
Segera aku menjawabnya dengan, “Ayah membawa
seorang pria dan dikenalkan kepadaku, namun aku benar-benar tidak bisa menjawab.
Dia seorang dosen bahasa Inggris, aku bingung harus bagaimana?”
Dia hanya membalas dengan, “Pilihlah sesuai kata
hatimu, karena itulah jawaban yang benar.” Segera aku menghubunginya dan aku
meminta maaf kepadanya. Aku khilaf dan aku benar-benar bingung. Namun dia hanya
menjawab dengan tenang dan hati damai. Katanya, “Tuhan selalu memberikan yang
terbaik untuk kita, bahkan jodoh itu sudah diatur Nya.”
Begitu tenangnya dia menanggapi persoalanku.
Persoalan untuk kehidupanku. Akhirnya malam hari terbesit gagasan dalam
benakku. Esok hariya aku memberi saran kepada kekasihku, aku memintanya agar
datang kerumahku untuk makan malam bersama keluargaku. Dia datang, dan aku
memintanya agar memohon izin kepada orang tuaku agar kita diizinkan untuk
menjalin hubungan yang lebih serius. Namun, ayah tetap kekeh. Jawaban orang
tuaku sama, mereka tidak memberikan izin.
Akhirnya aku memutuskan untuk menikah dengan
pria pilihan Ayah, namun tak sedikitpun aku mencintainya. Memang perangainya
baik, namun hatiku tetap untuk kekasihku. Pernikahan berlangsung, setelah itu
aku memberikan perjanjian dengan suami yang tak kuharapkan agar dia tidak
melakukan suatu hal kepadaku dengan alasan aku tidak mencintainya.
Waktu terus berlalu, aku dengan kekasihku masih
saling berkomunikasi, bahkan kita semakin mesra disaat dia menelponku. Suamiku
pun mengetahui hal itu, entah aku salah atau tidak, sebenarnya aku juga kasihan
melihat suamiku seperti itu. Dia tetap saja memperlakukanku dengan baik sesuai
kesepakatan dalam perjanjian yang kita sepakati.
Semakin hari, suamiku semakin mendekat denganku.
Namun, kekasihku semakin menjauh dariku. Entah karena apa, keadaan seperti
berputar, semakin hari suamiku terlihat hebat dimataku. Semakin hari pula
hilang pikiranku mengenai kekasihku, yang kini sering disebut kekasih gelapku.
Kekasihku pun jarang menghubungiku, bahkan tidak pernah. Terakhir dia
menghubungiku, dia mengirimkan pesan, “Aku yakin kamu akan bahagia sayang, meskipun
hatimu masih bersamaku namun suatu hari. Kau dapat menerima suamimu dengan
baik. Kalian akan menjadi keluarga yang bahagia. Karena kebahagianmu,
kebahagiaanku pula.”
Betapa gelisah hatiku tanpa kabar darinya, tanpa
terduga ternyata dia meninggalkanku. Meninggalkanku dari dunia ini, dari
teman-teman facebook yang mengirimkan bela sungkawa pada dinding facebooknya. Aku
terkejut, “Sebenarnya apa yang terjadi padanya?” (Batinku). Tanpa berpikir
terlalu lama, aku segera meninggalkan rumah dan pergi kerumahnya untuk bela
sungkawa. Ternyata selama aku menikah ia tidak ingin makan, namun tetap bekerja
akibatnya dia kekurangan asupan gizi hingga ajal menjemputnya.
Ingin aku mengikutinya di liang lahat. Entah
berapa banyak air mataku mengis untuknya. Saat itu bagaikan aku hidup tanpa
jiwa. Aku ingin menemaninya dan aku tidak ingin pulang kerumah. Suamiku
menjemputku dan aku memarahinya, namun dia langsung memelukku. Dalam pelukannya
aku seperti mendapatkan kenyamanan yang lama tidak aku dapatkan. Suamiku membelai
rambutku sambil berkata, “Sabar sayang, semua orang pasti akan meninggal karena
ini adalah takdir.”
Secepatnya aku diajak pulang bersamanya, dengan
terpaksa aku mengikutinya kembali kerumah. Sesampai dirumah, terdapat
orangtuaku di ruang tamu, ternyata beliau menungguku pulang. aku menyapa mereka
dan mereka berkata, “Sabar nak, kamu harus kuat karena sudah ada suamimu
disampingmu.” Aku hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.
Dengan segera Ayah menyahut anggukanku, “Nak,
Ayah minta maaf sudah memaksakan kamu untu menikah dengan Robi. Namun, semua
itu sudah diatur kekasihmu, Raffi dia sebenarnya sudah mengetahui apa yang akan
terjadi. Raffi memiliki penyakit yang mematikan. Sehingga Raffi mencarikan penggantinya
untuk menjadi suamimu, ia dapatkan Robi. Sebenarnya Ayah menyetujui jika kalian akan
menikah, namun semua ini permintaan Raffi. Maafkan Ayah nak?”
Aku terpaku luar biasa, aku menangis lebih keras
dan suamiku memelukku kembali. “Aku diminta Raffi untuk menjagamu sayang. Kamu
mau aku jaga kan? Aku akan menjagamu dari dalam maupun luar. Aku akan menjaga
kehormatanmu, menjaga kebahagianmu.” Untaian kalimat yang dilontarkan suamiku.
Memang sulit untuk menerima apapun yang terjadi.
Mungkin aku akan lebih sakit lagi jika aku menikah dengannya lalu aku ditinggalkannya.
Mungkin ini memang jalan yang terbaik yang ditakdirkan Tuhan untukku. Akhirnya
aku belajar mencintai suamiku hingga aku benar-benar mencintainya dan kita
memiliki dua anak kembar. Kita sama-sama belajar menjadi seorang suami dan
seorang istri yang baik. Dalam lubuk hatiku yang terdalam masih terdapat nama
kekasihku, dalam sujudku selalu mendoakannya, agar dia di tempatkan di tempat
yang paling indah, di surgaNya.
menurut saya isi blognya sudah bagus, latarnya juga bagus. namun alangkah lebih baik jika warna backgroundnya lebih di variasi. sukses ya
ReplyDeleteTerimakasih saudari Shella sudah berkenan mengunjungi blog saya. Ini sedang dalam proses revisi. Terimakasih atas masukannya. Amiin. sukses :D
ReplyDelete