Perbedaaan Objek dan Pelengkap dalam Struktur Kalimat serta Perbedaan antara Kalimat Dasar dan Kalimat Tunggal
Perbedaaan Objek dan Pelengkap dalam Struktur Kalimat serta Perbedaan antara Kalimat Dasar dan Kalimat Tunggal
Pertanyaan:
1.
Jelaskan
perbedaaan Objek dan Pelengkap dalam struktur kalimat !
2.
Jelaskan
perbedaan antara kalimat dasar dan kalimat tunggal !
Jawaban:
1.
Perbedaan antara Objek dan Pelengkap dalam struktur
kalimat:
Objek
(O) dan Pelengkap (Pel) merupakan unsur fungsional kalimat di samping Subjek (S),
Predikat (P), dan Keterangan (Ket). Objek dan Pelengkap memiliki persamaan dan
perbedaan. Persamaan antara objek dan pelengkap ialah keduanya sering berwujud
nomina dan sering menduduki tempat yang sama, yakni di belakang verba. Keduanya melengkapi P
dan kadang-kadang keduanya terdapat bersama-sama dalam satu kalimat. Persamaan
antara objek dan pelengkap tersebut, akhirnya orang sering tidak membedakan
keduanya dalam satu kalimat. Padahal ada perbedaan yang tegas antara objek dan
pelengkap. Berkaitan dengan hal itu, penulis mencoba membahas unsur fungsional
kalimat: objek dan pelengkap. Untuk mengetahui perbedaan kedua unsur fungsional
kalimat tersebut perlu dipaparkan ciri-ciri objek dan ciri-ciri pelengkap.
Ciri-ciri
Objek
Objek
adalah unsur kalimat yang dapat dipertentangkan dengan S. O bersifat wajib
dalam susunan kalimat yang berpredikat verba aktif transitif berprefiks meN-
baik denga sufiks –kan atau –i maupun tidak yang dapat dapat dipasifkan menjadi
pasif di-. Misalnya:
(1) Boby
meminjam flashdisk Li-El.
(2) Boby
mengembalikan flashdisk itu.
(3) Li-El
memetiki bunga melati.
Verba
aktif transitif meminjam, mengembalikan, dan memetiki menuntut hadirnya O,
yaitu flashdisk Li-El (1), flashdisk itu (2), dan bunga melati (3). Selain itu,
verba aktif transitif tersebut dapat dipasifkan menjadi pasif di- seperti
dipinjam, dikembalikan, dan dipetiki. Objek dalam kalimat yang P-nya
berkategori verba aktif tansitif akan menjadi S dalam kalimat pasif seperti
contoh (1a), (2a), (3a) berikut.
(1a)
Flashdisk Li-El/ dipinjam/ oleh Boby. (Kalimat pasif)
S P Ket
(2a)
Flashdisk itu/ dikembalikan/ oleh Boby. (Kalimat pasif)
S
P Ket
(3a)
Bunga melati/ dipetiki /oleh Li-El.
S
P Ket
Objek dapat berwujud nomina atau
frasa nominal, pronomina (-nya, -ku, -mu), dan klausa.
Misalnya:
(4) Ibu
membuat kue.
(5) Ucik
membeli bubur kacang hijau.
(6) Popi
mengejutkan {-ku/-nya}
(7) Toni
memukulmu.
(8) Ibu
mengatakan bahwa ia akan membeli baju baru.
Objek
pada kalimat (4) kue berkategori nomina, pada kalimat (5) bubur kacang hijau
berkategori frasa nominal, pada kalimat (6) –ku atau –nya dan pada kalimat (7)
–mu berkategori pronomina, dan pada kalimat (8) ia akan membeli baju baru
berupa klausa yang didahului oleh konjungsi
bahwa terdapat dalam kalimat majemuk bertingkat. Objek tidak memiliki kebebasan
tempat, selalu menempati posisi belakang P, baik pada urutan dasar seperti
S-P-O maupun dalam variasi P-O-S. Perhatikan contoh berikut;
(9) Kami/
menikmati/ kue buatan mama.
S P
O
(10) Menikmati/
kue buatan mama /kami.
P O S
Ciri-ciri
Pelengkap
Pelengkap
(Pel) atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Pelengkap terdapat pada kalimat yang berpredikat verba
dwitransitif, yaitu verba meN- + verba transitif + -i/-kan. Selain itu,
pelengkap terdapat juga pada kalimat berpredikat verba semitransitif, yaitu verba yang mengandung prefiks ber-,
ke-/-an seperti terlihat pada contoh di bawah ini.
(11) Kakak/
mengirimi/ saya/ baju baru.
S
P O Pel
(12) Ibu/
berjualan/ lontong balap.
S
P Pel
(13) Rumah
paman/ kemasukan/ pencuri.
S
P Pel
Sebagaimana
terlihat pada contoh (11) pelengkap terdapat pada kalimat yang berpredikat
verba dwitransitif, yakni mengirimi. Artinya pelengkap tidak terdapat langsung
di belakang P, tetapi langsung di belakang O. Selanjutnya pada contoh (12) dan
(13) pelengkap terdapat langsung di belakang P verba semitransitif, yaitu verba
berafiks ber- (12) dan verba berafiks ke-/-an contoh (13) Pelengkap dapat
berupa nomina, adjektiva, verba, numeral, frasa nominal, frasa adjektival,
frasa verbal, frasa numeral, dan klausa. Perhatikan contoh berikut.
(14) Kedua
remaja itu bersentuhan tangan.
(15) Mereka
bersenjatakan bambu runcing.
(16) Anak
itu sedang belajar berjalan.
(17) Kambingya
bertambah satu.
(18) Bapak
Kepala Sekolah berpendapat bahwa merokok itu tidak menyehatkan badan.
(19) Anak
itu benar-benar cinta terhadap bundanya.
Pada cotoh (14) pelengkapnya
adalah tangan berkategori nomina, pada contoh (15) pelengkapnya adalah bambu
runcing berkategori frasa nominal, pada contoh (16) pelengkapnya berjalan
berkategori verba, pada contoh (17) pelengkapnya adalah satu berkategori
numeral, dan pada contoh (18) pelengkapnya berupa klausa, yaitu bahwa merokok
itu tidak menyehatkan badan. Pelengkap pada contoh (19) ialah bundanya berkategori
nomina yang didahuli preposisi terhadap.
Berdasarkan
ciri-ciri objek dan pelengkap di atas dapat disimpulkan perbedaan antara objek
dan pelengkap seperti berikut;
1) Objek
berkategori nomina atau frasa nominal, sedangkan pelengkap dapat berkategori nomina
atau frasa nominal, adjektiva atau frasa adjektival, verba atau frasa verbal, dan
numeral atau frasa numeral.
2) Tempat
O berada langsung di belakang P yang berkategori verba aktif transitif,
sedangkan Pelengkap terletak di belakang P berkategori verba semitransitif,
atau dwitransitif.
3) Objek
dalam kalimat aktif transitif dapat menjadi S, apabila kalimat diubah menjadi
kalimat pasif, sedangkan pelengkap yang terdapat dalam kalimat yang berpredikat
verba dwitransitif tidak dapat menjadi S kalau kalimat dipasifkan. Selain itu,
pelengkap yang terdapat pada kalimat yang berpredikat verba semitransitif tidak
dapat dijadikan S karena kalimatnya tidak dapat dijadikan bentuk pasif.
4) Objek
dapat diganti dengan pronomina –nya, -ku, dan –mu, sedangkan pelengkap tidak
dapat diganti dengan -nya.
5) Objek
tidak didahului oleh preposisi atau kata depan, sedangkan Pel dapat didahului
preposisi atau kata depan.
Catatan:
Penulis
adalah Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas
Katolik
Widya Mandala Madiun.
2.
Perbedaan Kalimat Dasar dan Kalimat Tunggal
A.
Kalimat Dasar
2.2.1 Kalimat Dasar
Jumlah kalimat yang digunakan sebagai alat komunikasi tidak
terhitung banyaknya. Namun kalimat yang tidak terbatas jumlahnya itu sebenarnya
dapat dikembalikan kepada struktur dasar yang jumlahnya terbatas.
Dengan peniadaan unsur keterangan—baik keterangan kalimat maupun
keterangan subjek, predikat, ataupun objek—akan ditemukan kalimat dasar yang
merupakan struktur yang paling pokok [Sugo97].Peniadaan itu tidak berlaku untuk
unsur yang pokok. Dengan kata lain, unsur subjek, predikat, objek, serta
pelengkap tetap harus ada dalam struktur dasar.
2.2.2 Pola Kalimat Dasar
Berdasarkan keterangan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kalimat dasar ialah kalimat yang berisi informasi pokok dalam struktrur inti,
belum mengalami perubahan. Perubahan itu dapat berupa penambahan unsur seperti
penambahan keterangan kalimat ataupun keterangan subjek, predikat, objek,
ataupun pelengkap. Berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya, kalimat dasar dapat
dibedakan ke dalam delapan tipe [Sugo97].
- Kalimat dasar berpola SPOK
Kalimat dasar ini mempunyai unsur subjek, predikat, objek, dan
keterangan; subjek berupa nomina atau frasa nomina, predikat berupa verba
dwitransitif, objek berupa nomina atau frasa nominal, dan keterangan berupa
frasa berpreposisi.
- Kalimat dasar berpola SPOPel
Tipe 2 itu adalah kalimat dasar yang mempunyai unsur subjek,
predikat, objek, dan pelengkap; subjek berupa nomina atau frasa nominal,
predikat berupa verba dwitransitif, objek berupa nomina atau frasa nominal, dan
pelengkap berupa nomina atau frasa nominal.
- Kalimat dasar berpola SPO
Tipe 3 ini mempunyai unsur subjek, predikat, dan objek; subjek
berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba transitif, dan objek
berupa nomina atau frasa nominal.
- Kalimat dasar berpola SPPel
Kalimat tipe 4 mempunyai unsur subjek, predikat, dan pelengkap.
Subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif,
kata sifat dan pelengkap berupa nomina atau adjektiva.
- Kalimat dasar berpola SPK
Kalimat dasar ini mempunyai unsur subjek, predikat, dan harus
memiliki unsur keterangan karena diperlukan oleh predikat. Subjek berupa nomina
atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif, dan keterangan berupa
frasa berpreposisi. Contohnya adalah kalimat berikut.
¨ Saya berasal dari
Palembang.
- Kalimat dasar berpola SP (P: Verba)
Tipe 6 itu adalah kalimat dasar yang mempunyai unsur subjek dan
predikat. Subjek berupa nomina atau frasa nominal dan predikat berupa verba
intransitif, tidak ada objek, pelengkap, ataupun keterangan yang wajib.
- Kalimat dasar berpola SP (P: Nomina)
Tipe 7 adalah kalimat yang memiliki unsur subjek dan predikat.
Subjek berupa nomina atau frasa nominal dan predikat juga berupa nomina atau
frasa nominal. Nomina predikat biasanya mempunyai pengertian lebih luas
daripada nomina subjek dan berupa nomina penggolong (identifikasi).
- Kalimat dasar berpola SP (P: Adjektiva)
Kalimat ini memiliki unsur subjek dan predikat. Subjek berupa
nomina atau frasa nominal dan predikat berupa adjektiva. Unsur pengisi predikat
itulah yang membedakan tipe 8 dari tipe 7 dan tipe 6.
B.
Pengertian Kalimat
Tunggal beserta Contohnya
Menurut
Marji (2009), kalimat tunggal adalah “kalimat yang hanya terdiriatas satu inti
kalimat atau satu klausa. ”Kalimat Tunggal mengandung satu pola kalimat yang mempunyai satu
subjek dan satu predikat yang diperluas
dengan berbagai keterangan. Kalimat tunggal terdiri atas satu objek
dan satu predikat. Pada hakikatnya, kalau dilihat dari unsur-unsurnya,
kalimat-kalimat yang panjang- panjang dalam bahasa Indonesia dapat
dikembalikan kepada kalimat-kalimat yangsederhana. Kalimat-kalimat tunggal yang
sederhana itu terdiri atas satu subjek dansatu predikat. Sehubungan dengan it,
kalimat-kalimat yang panjang itu dapat puladitelusuri pola-pola pembentukannya.
Pola-pola itulah yang dimaksud dengan pola kalimat dasar.
A. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek
dan satu predikat. Pada hakikatnya, kalau dilihat dari unsur-unsurnya,
kalimat-kalimat yang panjang-panjang dalam bahasa Indonesia dapat dikembalikan
kepada kalimat-kalimat dasar yang sederhana. Kalimat-kalimat tunggal yang
sederhana itu terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Sehubungan dengan it,
kalimat-kalimat yang panjang itu dapat pula ditelusuri pola-pola
pembentukannya. Pola-pola itulah yang dimaksud dengan pola kalimat dasar. Mari
kita lihat sekali lagi pola-pola kalimat dasar tersebut.
1. Mahasiswa berdiskusi
S: KB + P: KK
2. Dosen ramah
S: KB + P: KS
3. Harga buku itu sepuluh ribu rupiah.
S: KB + P: KBil
Pola-pola kalimat dasar ini masing-masing
hendaklah dibaca sebagai berikut. Pola 1 adalah pola yang mengandung subjek (S)
kata benda (mahasiswa) dan predikat (P) kata kerja (berdiskusi).
Kalimat itu menjadi Mahasiswa berdiskusi
S
P
Contoh lain:
1. Pertemuan APEC sudah
berlangsung.
S
P
2. Teori itu dikembangkan.
S
P
Pola 2 adalah pola kalimat yang bersubjek
kata benda (dosen itu) dan berpredikat kata sifat(ramah). Kalimat
itu menjadi Dosen itu ramah.
S
P
Contoh lain:
1. Komputernya rusak.
S
P
2. Suku bunga bank swasta tinggi.
S
P
Pola 3 adalah pola kalimat yang bersubjek
kata benda (harga buku itu) dan berpredikat kata bilangan (sepuluh
ribu rupiah). Kalimat selengkapnya ialah
Harga buku itu
sepuluh ribu rupiah.
S
P
Contoh lain:
1. Panjang jalan tol Cawang-Tanjung
Priok tujuh belas kilometer.
S
P
2. Masalahnya seribu satu.
S
P
Ketiga pola kalimat di atas masing-masing
terdiri atas satu kalimat tunggal. Setiap kalimat tunggal di atas dapat diperluas
dengan menambahkan kata-kata pada unsur-unsurnya. Dengan menambahkan kata-kata
pada unsur-unsurnya itu, kalimat akan menjadi panjang (lebih panjang daripada
kalimat asalnya), tetapi masih dapat dikenali unsur utamanya. Kalimat Mahasiswa
berdiskusi dapat diperluas menjadi kalimat Mahasiswa semester III sedang
berdiskusi di aula. S P K Perluasan kalimat itu adalah hasil perluasan
subjek mahasiswa dengan semester III. Perluasan predikat berdiskusi
dengan sedang, dengan menambahkan keterangan tempat di akhir
kalimat.
Kalimat 2, yaitu Dosen itu ramah dapat
diperluas menjadi :
Dosen itu
selalu ramah setiap hari.
S
P
K
Kalimat 3, yaitu Harga buku itu sepulu
ribu rupiah dapat diperluas pula dengan kalimat :
Harga buku besar itu
sepuluh ribu rupiah per buah.
S
P
Memperluas kalimat tunggal tidak hanya
terbatas seperti pada contoh-contoh di atas. Tidak tertutup kemungkinan kalimat
tunggal seperti itu diperluas menjadi dua puluh kata atau lebih. Perluasan
kalimat itu, antara lain, terdiri atas:
- keterangan tempat, seperti di
sini, dalam ruangan tertutup, lewat Yogyakarta, dalam
republik itu, dan sekeliling kota;
- keterangan waktu, seperti setiap
hari, pada pukul 19.00, tahun depan, kemarin sore, dan minggu
kedua bulan ini;
- keterangan alat seperti dengan
linggis, dengan undang-undang itu, dengan sendok dan garpu, dengan wesel
pos, dan dengan cek;
- keterangan modalitas, seperti harus,barangkali,
seyogyanya, sesungguhnya dan sepatutnya;
- keterangan cara, seperti dengan
hatihati, seenaknya saja, selakas mungkin, dan dengan tergesa-gesa;
- keterangan aspek, seperti akan,
sedang, sudah, dan telah.
- keterangan tujuan, seperti agar
bahagia, supaya tertib, untuk anaknya, dan bagi kita;
- keterangan sebab, seperti karena
tekun, sebab berkuasa, dan lantaran panik;
- frasa yang, seperti mahasiswa
yang Ipnya 3 ke atas, para atlet yang sudah menyelesaikan latihan, dan
pemimpin yang memperhatikan takyatnya; 3
- keterangan aposisi, yaitu
keterangan yang sifatnya saling menggantikan, seperti penerima
Kalpataru, Abdul Rozak, atau Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso.
Perhatikan perbedaan keterangan alat dan
keterangan cara berikut ini.
Dengan + kata benda =
keterangan alat
Dengan + kata kerja/kata sifat
= keterangan cara.
Contoh kemungkinan perluasan kalimat
tercantum di bawah ini.
1. Gubernur/memberikan/kelonggaran/kepada
pedagang/.
2.
Gubernur DKI Jakarta/memberikan/kelonggaran/kepada pedagang/.
Comments
Post a Comment