Langkah-Langkah Sinematisasi Cerpen



A.    Sinopsis
Guru Safedi
FARIZAL SIKUMBANG

Safedi adalah seorang guru honorer yang memiliki seorang istri dan mereka belum memiliki keturunan. Namun, dengan penghasilannya yang pas-pasan bahkan dapat dikatakan kurang untuk menghidupi mereka, 60rb/bulan. Dengan penghasilan sebesar itu tidak cukup untuk menghidupi dua orang dalam rumah tangga itu.
Istrinya terus saja menangis, meratapi nasibnya, mereka harus menanggung hutang  kepada orang-orang untuk memenuhi kebutuhannya. Kemiskinan hidup yang dialami Safedi membuatnya gelisah, gundah, dan merasa bersalah. Sehingga membuat lulusan S1 Bahasa Indonesia itu tidak bersemangat dalam mengajar di sekolah. Gunjingan demi gunjingan datang menimpanya hingga suatu hari seorang laki-laki menghujatnya sebagai guru yang tidak pecus dan dicap sebagai pemakan uang BOS.
B.     Pemain dan Tim
Sutradara: Tugiyanto
Penulis Skenario: Khoyriyah Asadah
Kameramen: Lina Dini Rosadi
Wardroop dan Make Up: Dike Progowati dan Dwi Ayu 
Pemain:
1.      Guru Safedi: Tugiyanto
2.      Istri: Khoyriyah Asadah
3.      Murid-Murid: Dwi Ayu,
4.      Wali Murid: Nugraha Ardi

C.     Skenario Film
INT. RUANG TAMU
Terlihat Guru Safedi mendengarkan keluh kesah sang Istri perihal permasalah keuangan dalam keluarga.
ISTRI
Uda, betapa malang nasib kita. Sepertinya Tuhan belum berpihak kepada kita, yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Sampai sekarang kita masih dirundung kemiskinan. Uang penghasilan Uda tidak cukup untuk membiayai hidup kita sehari-hari.
GURU SAFEDI
Sudahlah Aisia, janganlah menyalahkan Tuhan, ini adalah sebuah cobaan untuk keluarga kita. Mari kita hadapi dengan tabah dan selalu berusaha. (Istri tiba-tiba keluar dari ruang tamu ke halaman rumah).
EXT. HALAMAN RUMAH
Di halaman rumah yang sederhana dengan jemuran baju didepan rumah. Istri menggunakan daster dan make up ala kadarnya. Sedangkan Guru Safedi menggunakan kemeja kotak-kotak dan celana bahan satu-satunya yang ia miliki.
ISTRI
Kedua kakinya diluruskan ke depan. Tatapannya tertekuk ke bawah. Sembari menangis terisak.
GURU SAFEDI
Berhentilah menangis, Aisia. Jika ada orang lewat, malu kita. (Sambil menghapus air mata Aisia)
ISTRI
Biar saja. Biar semua orang tahu. (Sambil menampik tangan Safedi yang sedang menghapus air matanya)
GURU SAFEDI
Tetapi, itu tidak baik. Apa kata orang nanti. Aku tidak mau kita menjadi buah bibir pembicaraan orang. Bersabarlah Aisia, bersabarlah. (Dengan suara tegas).
ISTRI
(Kali ini Aisia mencoba menahan tangisannya, mencoba mengerti dan memahami keadaan suaminya). Utang kita sudah banyak di kedai Uni Ami, Da. Itu yang membuat Aisia bingung.
GURU SAFEDI
(Merasa bersalah karena tidak bisa menafkahi Istrinya dengan baik). Ya Uda tahu. Nanti akan kita angsur.
ISTRI
Utang kita sudah dua ratus tujuh puluh lima, Da. Bulan esok Uda hanya menerima seratus delapan puluh ribu rupiah saja. Kalau terus-terus begini, terpaksa Aisia akan tetap berutang ke sana-kemari. Aisia ingin Uda mencari usaha lain. Aisia tidak tahan bila Uni Ami menagih uangnya terus.
GURU SAFEDI
(Terdiam sejenak). Ya, Aisia, Uda akan mencoba mencari usaha lain. (Katanya pelan dengan nada iba. Lalu pikirannya menerawang jauh, memikirkan pekerjaan apa yang akan dia lakukan untuk memenuhi tuntutan istrinya itu. Sedangkan dia tahu, mencari pekerjaan itu begitu susah. Mungkin teramat susah).
INT. RUANG GURU
Ruang guru terlihat sepi tidak ada guru lain selain Guru Safedi. Meja dipenuhi buku tugas para siswa yang belum selesai dikoreksinya.

GURU SAFEDI
”Tak ada yang baik mengarang. Ini tulisan centang-perenang. Ejaannya pun tak beraturan,” celotehnya. (Sembari bersiap-siap memasuki kelas yang akan diampunya).
EKT. DEPAN RUANG KELAS
Murid-murid baris dengan rapi di depan kelas. Lalu satu-satu dari mereka dengan teratur memasuki kelas.
INT. DALAM KELAS
Murid-murid duduk dengan rapi, namun ada beberapa yang sedang asik membicarakan tentang Guru Safedi.
GURU SAFEDI
Assalamu’alaikum. (sambil tersenyum).
MURID-MURID
”Wa’alaikum salam,” jawab murid-murid serempak.
GURU SAFEDI
(Dengan langkah pasti Safedi memasuki kelas itu dan duduk di bangku guru. Dia membuka tasnya. Mengeluarkan buku paket pelajaran Bahasa Indonesia. Safedi akan memerintahkan murid-muridnya untuk memerhatikan kembali pelajaran yang kemarin dia berikan, tetapi anak-anak di baris paling belakang terdengar berisik di telinganya).
MURID 1
Ya, aku juga memerhatikannya, sudah tiga hari celana bapak itu masih itu-itu juga.
MURID 2
Ya, ya. Bajunya juga. Kemeja garis-garis kuning itu kan sering juga dia pakai.
MURID 1
Bosan juga kita, ya, melihat orang berpakaian yang sering kita lihat.
MURID 2
Ya iyalah. Mata ini kan selalu ingin melihat yang baru.
MURID 3
Hus, jangan keras-keras. Itu Pak Safedi melihat ke arah kita.
MURID-MURID
Murid-murid memandang ke arah Murid 1 dan Murid 2.
GURU SAFEDI
(Safedi terdiam sejenak. Kali ini Safedi benar-benar merasa malu. Dia salah tingkah. Semangatnya untuk mengajar hari ini tiba-tiba saja buyar. Tetapi, dia tidak mau marah kepada kedua anak muridnya itu. Dia hanya merasa iba hati, pada nasib, juga pada dunia pendidikan yang tidak berpihak kepada dirinya). PR NARASI
EKT. JALAN
Guru Safedi bertemu dengan salah satu Wali murid dan terjadi perbincangan diantara mereka.
GURU SAFEDI
(Safedi pun pulang dengan gontai. Seperti biasa, dia pulang dengan berjalan kaki. Menyusuri jalan yang berkerikil. Tak ada angkutan. Jalan itu hanya bisa dilewati kendaraan roda dua. Dan Safedi tidak memilikinya. Baru berjalan beberapa meter, seorang laki-laki separuh baya menegur Safedi).

WALI MURID
Pak guru !
GURU SAFEDI
(Safedi berhenti). Ada apa? (mengerutkan kening karena dia tidak mengenal laki-laki itu).
WALI MURID
Saya ingin bertanya. Anak saya kan sekolah di tempat Pak Guru mengajar. Katanya saya dengar sekarang pendidikan itu gratis, tetapi kenapa ada uang juga. Tiap semester katanya kami membayar uang tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah. Bagaimana itu, Pak Guru?
GURU SAFEDI
(Menyurutkan langkah kaki agak ke belakang sambil berpikir akan memberikan jawaban apa, sebab itu yang tahu hanya kepala sekolah. Sedangkan dia hanya guru biasa).
Saya tidak tahu itu, Pak.  (jawabnya asal saja)
WALI MURID
Tidak tahu? (Ekspresi marah). Masak guru tidak tahu. Guru macam apa kamu?
GURU SAFEDI
Iya benar, Pak. Saya tidak tahu. Permisi, Pak. (Safedi pun berlalu meninggalkan laki-laki itu. Sedangkan laki-laki itu seperti aneh melihat Safedi. Hari ini Safedi semakin bertambah pusing. Kepalanya mulai terasa sakit. Tetapi, dari kejauhan Safedi masih bisa mendengar ketika laki-laki itu berkomentar agak kasar).
WALI MURID
Guru kalera. Mungkin dia juga ikut makan uang dari murid-muridnya !
GURU SAFEDI

(Sungguh, mendengar kalimat itu, membuat Safedi benar-benar merasa mau pingsan saja).

Comments

  1. hai Khoir. ini memang model tampilan poin menunya yang ikut jalan atau karena jaringan internetnya yang lambat sih? menurut saya itu malah mengganggu, lebih baik diuat biasa saja tidak usah ikutan turun. backgroundnya juga terlalu polos. terima kasih~

    ReplyDelete
  2. Hai bunga, waah kamu kurang beruntung bunga. Pada waktu kamu menilai blog saya, saya sedang berproses mencoba-coba htmlnya, sehingga jadinya begitu. O iyaa, tolong nilai sekali lagi yaa?? ini background nya sengaja dibuat gini kok Bung. Aku suka yang polos. Terimakasih ya, sudah berkunjung di blog ku. :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sinopsis Novel "Raumanen" Karya Marianne Katoppo

Meningkatkan Motivasi Belajar Serta Pendidikan Karakter Peserta Didik Melalui Pembelajaran Sastra dan Karya Sastra

Ulasan Kumpulan drama "Domba-domba Revolusi" Karya B. Soelarto