Ulasan Kumpulan Cerpen "Anjing Bulan" Karya Taufik Ikhram Jamil,dkk


Kumpulan cerpen dari beberapa penulis :

Taufik Ikhram Jamil
Zulkarnaen Ishak
Isbedy Stiawan ZS
Triyanto Triwikromo
Bambang Agung


Jurnal Cerpen Indonesia di terbitkan atas kerja sama Lembaga Kajian Kebudayaan AKAR Indonesia (LK2AI) dan Penerbit Logung Pustaka. Anjing Bulan merupakan Kumpulan cerpen yang berasal dari jurnal cerpen Indonesia yang diketuai oleh Joni Ariadinata. Dalam kumpulan cerpen Anjing Bulan ini, terdapat penulis-penulis yang terkenal lihai dalam menciptakan cerita-cerita yang indah dan memilki banyak makna dalam cerita tersebut.
Dalam kumpulan cerpen ini memuat cerpen dari penulis “Taufik Ikram Jamil” yang membawakan cerita yang berjudul “Air Mata Batu”, “Zulkarnaen Ishak’ yang membawa cerita berjudul “Kitab dan Cermin”, “Isbedy Stiawan ZS” memberikan ceritanya yang berjudul “Dusun itu Kini Asing”, “Wayan Sunarta” menyajikan ceritanya yang berjudul “Reinkernasi”, “Sunlie Thomas Alexander” memperlihatkan ceritanya yang berjudul “Di Pelantaran Phai Thin”, “Triyanto yang ceritanya menjabat sebagai kepala dari beberapa judul disisni, sehingga digunakan dalam sampul depan, Triyanto Triwikromo membawakan cerita berjudul “Anjing Bulan”. Selain itu masih memuat cerita pendek yang dipilih dari kompas, dan persoala Sastra Koran Kita yang ditulis oleh Bambang Agung. Tidak lupa memuat biodata dari penulis-penulis yang terkenal nan elok ini.
Disini saya akan mengulas kepala judul cerpen yaitu “Anjing Bulan” cerpen dari penulis yang bernama Triyanto Triwikromo. Beliau lahir di Salatiga, 15 September 1964. Mengenai sejarah sang penulis beliau seorang pria yang pernah jadi guru dan pekerja kasar diskotek ini telah menerbitkan Rezim Seks (1987). Buku kumpulan cerpen itu dicetak ulang bersama penerbitan Ragaula (2002); tak lama kemudian berturut-turut terbit kumpulan cerpen yang lain, Sayap Anjing (2003) dan Anak-Anak Mengasah Pisau yang juga diterbitkan dalam bahasa Inggris sebagai Children Sharpening The Knives (2003) dan Malam Sepasang Lampion (2004). Ia pernah pula menerbitkan kumpulan cerpen berdua dengan Herlino Soleman, Pintu Tertutup Salju (2000). Sekarang ia “penjaga gawang” ruang budaya Harian Suara Merdeka, Semarang.
Cerpen Anjing bulan ini menceritakan mengenai sepasang kekasih wanita lesbian yang bernama sukuh dan sulian. Hidup dalam kerumitan kota Jakarta yang menggila, seseorang di jamak layaknya anjing pemuas. Sepasang kekasih yang lebih memilih mengurung diri di kamar dengan balutan cermin, dengan bercinta dan saling mengangumi keindahan tubuh sendiri dan pasangan bagai pasangan Narsisus, mencintai bayangan di keheningan kolam. Ketika mereka sedang asyik-asyiknya bergumul ada “anjing-anjing” yang datang kemudian melihat mereka sedang melakukan homoseks, tidak diragukan lagi, kerena mereka itu adalah laki-laki maka mereka juga menikmati keindahan tubuh dua perempuan itu dengan dalih untuk mengajarkan kepada mereka agar mereka itu tidak menjadi lesbian dan menikmati bagaimana nikmatnya bercinta dengan lawan jenis.
Dua zombi yang menikmati tubuh Sulian dan Sukuh, Dalam keadaan yang sudah tak karuan ini, tetap saja mereka diperlakukan seperti anjing, hanya sebagai pemuas belaka yang setelah dinikmati mereka ditinggal begitu saja seperti sampah. Mereka ditinggal bersama mayat-mayat perempuan yang lain. Keadaan tanpa sadar mereka tetap berusaha untuk tetap bangkit dari keterpurukan Jakarta. Mereka bertemu dengan keadaan yang sama-sama sakit hingga mereka menemukan sebuah rumah, bukan sebuah rumah dapar disebut dengan kandang sapi. Iya kandang sapi karena tetap saja terlihat aktivitas di dalam rumah dari luar rumah. Mereka beraktivitas dalam rumah tersebut hingga menngerti makna kehidupa yaitu mencari uang. Mencari nafkah untuk kehidupan mereka seperti layaknya keluarga normal.
Cerita ini berakhir dengan pertanyaan ambigu mengenai kehidupan mereka yang diawali dengan pertengkaran mengenai Rusti dan Silir, namun pertengkaran itu membawa mereka kedalam percumbuan yang meledak-ledak. Hingga pertengkaran tersebut menjadi tawa-tawa kecil yang akhirnya tawa mereka meledak. Hingga hilangnya bulandan hidupnya langit. “Apakah mereka masih memiliki langit?” pertanyaan terakhir yang entah harus kita jawab dengan apa? Cerpen yang penuh dengan teka-teki. Hingga menarik untuk kita baca.
Dalam cerpen ini juga menyentuh sastra-sastra zaman dahulu seperti halnya penulis menuliskan tentang cerita Foucoult, Karen Armstrong, Charlie Chaplin, dan lain-lain. Penulis disini bagaikan mengerti dengan keadaan yang sebenarnya pada saat itu. Dimungkinkan penulis memang memiliki pengalaman didalamnya. Cerita ini penulis menggunakan gaya bahasa yang unik, gaya bahasa yang bersifat sastrawan. Sehingga sulitnya orang awam meahami dengan membaca kembali. Alurnya pun rumit untuk dipahami, karena flash back yang dilakukan penulis. Mungkin alur yang digunakan campuran.
Namun walau seperti itu pembaca pun mampu untuk memahami bahawa Tidak seharusnya kaum oria menindas dan memperlakukan wanita dengan tidak berperikemanusiaan. Mereka menganggap  wanita itu bagaikan hewan yang pantas untuk diperlakukan semena-mena. Sehingga wanitapun menganggap mereka bukan manusia tapi juga hewan. Ya, mereka bagaikan “Anjing” yang liar. Jika perempuan lebih suka jika berhubungan dengan perempuan. Untuk itu kaum pria tidak boleh memperlakukan wanita secara kasar dengan semena-mena. Walaupun berniat agar mereka merasakan bercumbu dengan lawan jenis, tetap saja itu salah. Secara kesimpulan buku kumpulan cerpen ini dicetak dengan baik dengan menuliskan dan memperkenalkan latar belakang penulis sehingga pembaca mudah  memahami mengenai latar belakang penulis.

Comments

Popular posts from this blog

Sinopsis Novel "Raumanen" Karya Marianne Katoppo

Meningkatkan Motivasi Belajar Serta Pendidikan Karakter Peserta Didik Melalui Pembelajaran Sastra dan Karya Sastra

Ulasan Kumpulan drama "Domba-domba Revolusi" Karya B. Soelarto